Sultan Samawa sangat sedih menyaksikan putrinya yang terbaring sakit. Ia telah berusaha tanpa kenal lelah guna mencarikan pengobatan bagi putri tercinta agar segera sembuh. Berbagai cara
pengobatan telah dilakukan berharap Sang Putri bisa pulih seperti sedia kala, namun sudah
sekian lama belum menunjukkan hasil yang berarti.
Akhirnya Sultan menggelar sayembara, barangsiapa bisa menyembuhkan putrinya, jika lelaki akan dijodohkan dengan Sang Putri. Sandro atau dukun dari berbagai penjuru Tana Samawa berlomba untuk enyembuhkan sang putri. Silih berganti sandro berusaha mengobati Sang Putri, namun tidak seorangpun yang berhasil.
Sampailah seorang sandro dari rantau datang. Namanya Zainal Abidin, dari tanah Sulawesi. Ternyata ia berhasil menyembuhkan sang putri. Sayang, Sultan mangkir terhadap janjinya sendiri untuk
menikahkan Sang Putri dengan sandro yang mampu menyembuhkan penyakit putrinya. Zainal Abidin adalah sandro muda yang tampan. Sang Putri pun bahkan jatuh cinta dengan sandro. Sultan bersikeras tidak mau menikahkan Sang Putri dengan sandro, bahkan tega mengusir sandro agar
pulang ke tanah asalnya. Karena diusir oleh Sultan, sandro melangkah menuju laut untuk naik kapal kembali ke negerinya, Sulawesi. Sang Putri yang terlanjur jatuh cinta mengejar sandro, tak tahu ia
harus kemana, hingga sampailah ia di sebuah tanjung. Sesampai di tanjung tersebut, sandro ternyata sudah naik perahu meninggalkan Tana Samawa.
Tinggallah Sang Putri seorang diri di tanjung merenungi nasibnya karena kasih tak sampai. Ia menangis tanpa henti di tanjung itu. Sementara sambil berlayar di atas perahu, sandro menembangkan
sebuah lawas (puisi):
Kumenong si sengo sia, intan e
Leng Poto Tanjung Menangis
Kupendi Onang ku Keme…
Sang Putri menunggu berhari-
hari di tanjung itu, sambil tetap
menangis. Akhirnya masyarakat
menyebut tanjung itu dengan
sebutan "Tanjung Menangis".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Boleh Komentar Dengan Santun